Selasa, 18 Desember 2012

Review Film 5 CM: Overrated & Too Much Hype


5 cm bercerita tentang lima sahabat, Genta, Zafran, Arial, Ian dan Riani yang mulai bosan dengan kehidupan pertemanan mereka yang begitu-begitu saja. Pada suatu hari, Genta mempunyai ide untuk merubah keadaan tersebut. Genta mengusulkan agar mereka tidak bertemu dulu selama tiga bulan, agar bisa menjalani kehidupan yang fresh dan baru. Awalnya keempat lainnya menolak usulan genta tersebut, namun karena genta meyakinkan dengan berbagai alasan, akhirnya mereka menerima. Genta pun sudah mempunyai ide untuk merayakan pertemuan mereka di tiga bulan yang akan datang, namun ide tersebut baru akan dikabarkan oleh genta melalui sms satu minggu sebelum hari H. Mereka berlima pun menjalani kehidupan mereka masing-masing tanpa berinteraksi satu sama lain. Singkat cerita, hari “satu minggu sebelum hari H” pun tiba. Genta mengirimkan sms yang langsung diterima oleh keempat teman-temannya, berisi instruksi untuk berkumpul di stasiun senen dengan membawa peralatan-peralatan tertentu. Saat sudah bertemu di stasiun senen dan naik kereta, terungkap lah kemana tujuan mereka: Mahameru.

Seperti banyak novel yang diangkat ke layar lebar, film 5 CM ini masih jauh kalah bagus dengan novelnya, yang sebenarnya juga tidak bagus-bagus amat (jika dibandingkan dengan reputasinya). Untuk masalah sinematografi, bisa dibilang film ini terlihat cukup mumpuni, mungkin karena perpaduannya adalah keindahan alam mahameru. Bumbu-bumbu komedi yang sebenarnya bukan unsur utama dalam film ini, juga ditampilkan secara cukup baik, meskipun sebagian masih diisi dengan komedi dewasa yang cendrung kurang cerdas. Sisanya, film yang tayang perdana pada tanggal cantik “12-12-12” yang banyak salah dipersepsikan orang sebagai kiamatnya suku maya ini, dipenuhi kekurangan disana-sini. Dialog yang aneh dan kaku, adegan yang lebay dan tidak realistis, akting yang buruk, nasionalisme yang maksa, hingga konflik yang hampir tidak ada, mendominasi film yang disutradarai oleh Rizal Mantovani ini.

Spoiler Alert:Dialog :

Hal pertama yang paling mendominasi adalah dialog yang aneh, kaku, dan cendrung berlebihan. Kata-kata mutiara yang puitis dan bijaksana dari novel aslinya, dipaksakan untuk masuk menjadi dialog oleh sang penulis naskah, yaitu Donny Dirghantoro sendiri. Salah satu dialog yang paling bisa membuat penonton melongo keheranan adalah ketika keenamnya (plus Dinda, adik arial yang tiba-tiba ikut) berada diatas mobil jeep memandangi puncak gunung yang sebentar lagi akan mereka daki. Saat itu, mereka dengan konyolnya bersahut-sahutan menceploskan kata-kata indah nan bijaksana sambil melihat ke puncak gunung semeru. “Yang kita perlu cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya.” “Tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya.” “Mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya.” Oh setop!
Spoiler Alert: Adegan :

Selain dialog, adegan yang tidak realistis dan lebay juga sangat sering muncul dalam film ini. Salah satunya pada adegan awal, penonton disuguhkan dengan adegan Ian yang datang terlambat dan hampir ketinggalan kereta. Ian yang berbadan gendut, mencoba untuk mengejar kereta yang sudah berjalan dengan diiringi oleh genta yang menjulurkan tangannya di depan pintu masuk. Yang menjadi masalah, durasi mengejar kereta tersebut sangat lama, namun entah mengapa laju kereta tidak kunjung menjadi cepat dan berhasil terkejar oleh Ian. Selain itu, kenapa dia harus masuk dari pintu tempat Genta menunggunya? Bukannya bisa masuk dari pintu-pintu lain di bagian belakangnya yang sebenarnya tidak perlu dikejar? Adegan lainnya adalah ketika kelimanya sudah hampir mencapai puncak mahameru. Saat itu batu-batu berjatuhan dari atas dan menimpa Ian dan Dinda. Segera setelah itu, keempat lainnya langsung menghampiri Dinda yang sempat tidak sadarkan diri, dan Ian dibiarkan tergeletak begitu saja. Entahlah, mungkin keempatnya mempunyai prinsip ladies first. Setelah Dinda sadar, barulah mereka menghampiri Ian yang ternyata kondisinya jauh lebih gawat daripada Dinda. Ian tidak sadar hingga sekian menit sampai teman-temannya mengira dia telah meninggal. Dengan konyolnya, setelah semua teman-temannya sudah pasrah, Ian akhirnya sadar dari pingsannya. Harus diakui adegan tersebut memang lucu. Yang lebih lucu lagi adalah ketika mereka setelah itu langsung kembali melanjutkan pendakian ke puncak seakan-akan-akan tidak terjadi apa-apa.
Akibat dipenuhi oleh dialog dan adegan yang ditulis secara aneh, kaku, lebay dan maksa, acting para pemainnya pun menjadi terpengaruh. Akting para pemain yang sebenarnya diisi oleh aktor profesional sekelas Ferdi Nuril, Herjunot Ali, dan Pevita Pearce ini menjadi buruk, kaku, dan tidak natural. Efeknya, karakter yang ada di dalam novel pun tidak bisa tergambar dengan baik. Kelima tokoh sahabat yang sudah bertahun-tahun berteman pun menjadi terlihat kurang akrab dalam beberapa adegan.

Spoiler Alert: Unsur Nasionalis :

Unsur nasionalisme yang dimasukkan ke dalam film juga seperti dipaksakan dan dicampuradukkan begitu saja. Ini juga sebenarnya masih berhubungan dengan masalah adegan dan dialog yang sudah dibahas sebelumnya. Unsur nasionalisme sering dimasukkan ke dalam dialog-dialog tentang kenegaraan yang kaku dan sangat maksa. Saat sudah mencapai puncak mahameru, alih-alih melakukan upacara bendera 17 agustusan di puncak tertinggi jawa itu, keenam tokoh justru berganti-gantian mengungkapkan betapa bangganya mereka terhadap Indonesia. Dan entah darimana, rombongan pendaki tiba-tiba muncul di belakang dan menonton dengan seksama aksi mereka tersebut.
Terakhir, bumbu utama dalam suatu film, yaitu konflik, sama sekali tidak terlihat di dalam film ini. Konflik internal antar sahabat, yang seharusnya bisa digali dan ditonjolkan karena merupakan tema utama dalam cerita film ini, sama sekali tidak muncul. Akibatnya, film ini terasa agak garing dan kurang menggigit.

Rating: 5/10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar