Rabu, 27 April 2011

Kenapa Harus Ibu Kartini?

(Oke, ini tugas naskah pidato public speaking gw, karena gw pikir hasilnya lumayan, akhirnya gw memutuskan untuk posting di blog. Enjoy guys!)

Ibu kita kartini, putri sejati, putri indonesia, harum namanya (song). Anda semua pasti tahu dan kenal betul dengan lagu yang saya nyanyikan barusan. Ya, itu tadi adalah sebuah lirik lagu yang didedikasikan untuk ibu pelopor emansipasi wanita indonesia kita, Raden Ajeng Kartini. Tapi tahukah anda sejarah mengenai Raden Ajeng Kartini ini? Bagaimana usaha dan kerja keras beliau untuk meningkatkan derajat wanita indonesia? Hhhmm, terus terang saya kurang yakin, karena itu dalam kesempatan kali ini saya akan menceritakan kembali sejarah singkat mengenai ibu kartini ini.
RA kartini  lahir di jepara, Jawa Tengah pada 21 April 1879. Di massa hidupnya, beliau sering mempelajari budaya-budaya wanita eropa dengan aktif membaca dan mempelajari berbagai artikel mengenai budaya wanita eropa. Beliau juga aktif menjalin relasi dengan teman korespondensi belandanya dengan cara mencurahkan isi pikirannya di dalam surat dan mengirim ke teman-teman korespondensinya. Sayangnya hidup katini tidak lama. Beliau wafat di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun. Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya Dari Kegelapan Menuju Cahaya. Selanjutnya, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang yang kita kenal hingga sekarang. Tidak hanya sebuah buku, kerja keras dan pemikiran yang tergambar di dalam surat-surat kartini juga berhasil menghasilkan sebuah sekolah wanita yang kemudian diberi nama sekolah kartini.
Jadi sekarang kita sudah sedikit tahu, dari hasil buah pemikiran kartini yang dituangkan ke dalam surat-surat dan kemudian di kirimkan kepada teman-teman korespondensinya, muncullah sebuah buku yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang” & “Sekolah Kartini” yang dianggap sebagai inspirasi kebangkitan wanita indonesia yang status sosialnya sempat terpuruk dalam waktu yang cukup lama. Dan jadilah RA Kartini sebagai pelopor emansipasi wanita sekaligus pahlawan bangsa Indonesia. Pertanyaannya adalah, kenapa seorang wanita yang “hanya” menulis ide dan pemikirannya di surat kemudian bisa dinobatkan sebagai pelopor emansipasi wanita sekaligus pahlawan bangsa Indonesia? Padahal masih banyak pahlawan wanita kita lainnya seperti cut nyak dien, cut nyak meutia ataupun Martha Christina Tiahahu yang bahkan ikut angkat senjata mendampingi pria-pria perkasa untuk melawan belanda.
Sebelumnya saya minta maaf kepada kalian yang merupakan fans kartini sejati, saya disini  sama sekali tidak mencoba untuk meragukan integritas seorang RA kartini. Namun saya hanya mencoba untuk mengajak diri saya dan anda semua untuk berpikir kritis dengan membandingkan perjuangan kartini dengan pahlawan-pahlawan wanita indonesia lainnya. Tapi jangan khawatir, saya akan mencoba menjawab pertanyaan kritis saya dengan jawaban yang kritis pula.
RA Kartini memang tidak pernah mengangkat senjata untuk melawan penjajah belanda seperti para pahlawan wanita lainnya. Namun coba pikir lagi, apalah artinya ikut berperang dan berhasil menumbangkan banyak lawan jika tidak bisa membuat kondisi kita sendiri menjadi bangkit? RA Kartini berbeda dari pahlawan lainnya. She is a unique hero. Pahlawan lain mengangkat derajat dan martabat bangsa indonesia dengan berperang mengalahkan penjajah. Namun kartini mengangkat derajat dan martabat bangsa indonesia, dengan meninggikan kualitas bangsa indonesia itu sendiri. Karena itulah saya pikir seorang RA Kartini pantas dijadikan sebagai pelopor emansipasi wanita sekaligus pahlawan bangsa. Terkadang, tidak harus selalu berperang dan bersimbah darah untuk menjadi pahlawan kan? Dengan ide, gagasan atau apapun itu, selama yang dihasilkan orang itu dapat membangkitkan dan mengharumkan nama bangsa, tentu saja patut disebut sebagai pahlawan.

Senin, 25 April 2011

Argumentative Paragraph: Wearing School Uniform, Why Not?



            Almost every school especially in indonesia has their own uniform. This year, our campus Institut Manajemen Telkom is trying to make a rule for their student to  wear uniform. Pro & contra appear about this rule. Many student disagree but still there are some who agree. So, how about me? Yes, I am the one who totally agree with this rule. Although have some negative effect to my own self, like I can not make my self cool with my own style, wearing school uniform have many positive effect in general. First, it can erase social envy. We wear the same clothes, so there are no differences beetwen the rich and the poor. Not only can erase social envy, but wearing uniform also can continue our campus tradition. For many years, we know that two other institutions in YPT, Institut Teknologi Telkom & Politeknik Telkom always wear their own uniform. So why dont we? The final reason is because the uniform is like a symbol or a sign for a student. By wearing uniform, all people would  know what school we come from. So it will be better to take care your attitude when we are wearing a uniform. In conclusion, although have some negative effects in personal, wearing school uniform has many positive effects in general.



Selasa, 19 April 2011

Argumentative Paragraph: Education for Woman is Wasting Time



Before independent day, there is an argument claimed that education for woman is wasting time. Time is running out, 65 five years goes bye after independent day, but nothing changing. Still there are many people judge that the woman is stupid and education will have no influence for them at all. This is nonsense. Nobody is stupid. By working hard, anyone, without see about gender or IQ can achieve anything. It is proved. Nowadays, many women becoming successful person and being important figure in their own country and all over the world. Judging that education for woman is wasting time is also against with human rights. We are Indonesia, a country who always put number one attention about human rights. Everyone have to get their rights since they were born here, without see about gender or anything. And education, is one of the most important things must got by every person according to their human rights.